Duta Besar China untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Zhang Jun, mengkritik
sikap Amerika Serikat terkait agresi Israel terhadap Palestina, menyoroti
adanya kemunafikan dan standar ganda.
Zhang
mengungkapkan ketidakpuasan China terhadap kegagalan resolusi gencatan senjata
di Gaza karena veto yang dilakukan oleh Amerika Serikat.
Dalam
sesi konferensi darurat Dewan Keamanan PBB yang diadakan karena memburuknya
situasi di Gaza, Sekretaris Jenderal António Guterres menyampaikan keprihatinan
atas risiko tinggi terhadap kehancuran total sistem dukungan kemanusiaan di
Gaza, dengan potensi konsekuensi yang merusak.
Resolusi
gencatan senjata di Gaza, diajukan oleh Uni Emirat Arab (UEA), mendapatkan
dukungan dari 13 negara, tetapi dihadang oleh hak veto Amerika Serikat,
sementara Inggris memilih untuk abstain. China, bersama dengan 100 negara
lainnya, mendukung resolusi tersebut.
Zhang
menegaskan bahwa dalam konteks konflik yang telah berlangsung lebih dari dua
bulan dan menelan korban jiwa serta merusak infrastruktur, tindakan negatif apa
pun tidak dapat dibenarkan.
“Sikap
yang bertentangan dengan upaya pencegahan konflik dan hanya mengakui masalah
kemanusiaan di Gaza sifatnya tidak konsisten. Zhang menilai tindakan semacam
itu sebagai bentuk kemunafikan, terutama jika dilakukan di bawah narasi
perlindungan hak asasi manusia dan perlindungan perempuan dan anak-anak.” Tambah
Zhang
Zhang
menyoroti pemikiran standar ganda dari AS, dan meskipun resolusi gencatan
senjata tidak berhasil, ia tetap yakin bahwa dukungan internasional untuk
mengakhiri konflik ini tidak akan berkurang.
Zhang
mendesak Israel untuk mendengarkan seruan komunitas internasional, menghentikan
hukuman kolektif terhadap warga Gaza, dan mendukung upaya mediasi diplomatik
untuk memfasilitasi pembebasan semua tahanan.
Para
analis juga menekankan pentingnya Amerika Serikat mendengarkan seruan bersama
dari komunitas internasional. Harapannya adalah agar Amerika dapat bekerja sama
dengan China dalam mencapai kesepakatan gencatan senjata di Gaza.
Sun
Degang, direktur Pusat Studi Timur Tengah di Universitas Fudan, menyoroti bahwa
konflik Israel-Palestina terus memburuk, dan krisis kemanusiaan semakin parah,
sementara peran PBB tampak terhambat oleh campur tangan AS dan negara-negara
lainnya.